
Menjadi seorang guru adalah panggilan jiwa. Saya bisa
bilang begitu karna semasa kecil sampai lulus kuliah, saya tidak pernah
bercita-cita menjadi guru. Alasannya ya karena saya tidak pernah suka berbicara
di depan umum. Rasanya kalau udah bicara ngajuin pendapat depan umum gemetaran
tak bernada, heheh. Menurut saya pribadi menjadi guru adalah hal yang tersulit.
Peran guru sangat sangat penting karena dalam komponen pendidikan guru termasuk
komponen terbesar serta penunjang kemajuan seorang anak didik alias siswa yang
dapat ditentukan dari sikap dan profesionalisme guru. Maka dari itu kenapa saya
menyimpulkan bahwa “Jika pengalaman adalah salah satu guru terbaik, maka menjadi seorang
guru adalah salah satu pengalaman terbaik.”
Alhamdulillah, singkat cerita setelah
jarak dua bulan kelulusan wisuda sarjana strata 1 saya diberikan kesempatan
oleh Allah untuk mengajar di salah satu sekolah swasta berbasis islam di Madiun
tepatnya yakni pesantren Tahfidzul Qur’an. sangat bersyukur telah Allah beri
kesempatan menjadi seorang pengajar yang saya pikir cukup sangat berat untuk
diemban. Bukan soal mengajar saja, tetapi mendidik.
Getar getir serasa jantung mengikuti
perlombaan maraton, padahal posisi saya masih di rumah waktu itu. Hari pertama
masuk, seakan menjadi momok terseram dalam hidup saya karena bertemu banyak
orang, belum tahu tugas pertama apa yang saya lakukan. Menjadi seorang
introvert masih terbawa-bawa sampai saya menjadi pendidik. Bukan malu tepatnya,
tapi ketika saya harus bertemu di dalam kelas dan banyak santri disana, saya
harus mempersiapkan beribu-ribu kata untuk disusun dan dirangkai. Karena saya
pikir menjadi seorang guru bukan hanya mengajar saja yang dipentingkan. Tapi
juga soal perilaku dan bahasa kita (seorang guru) yang baik maupun jelek, tanpa
mereka (siswa) sadari akan menirukan itu. Seperti yang pernah saya pelajari
semasa kuliah bahwa sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui
peniruan. Dijelaskan didalam teori kepribadian Bandura, yaitu menurut Albert
Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model
merupakan tindakan belajar.teori ini menjelaskan juga bahwa perilaku manusia
dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku
dan pengaruh lingkungan.
Tibalah saatnya aku mengajar pertama
kali di sana. Gugup, jangan tanya deh bagaimana perasaan yang saat itu sedang
aku rasakan...hehe. waktu itu pertama kalinya aku masuk di kelas IX A. Aku
memulainya untuk berkenalan. Disana aku dipanggil dengan sebutan ustadzah.
Hatiku rasanya sedikit gemetar karna sebutan yang sangat berat ini melekat
dengan tugas yang diemban juga cukup sangat berat.
Dengan banyaknya santri yang ada disana
dari berbagai daerah di seluruh indonesia berkumpul di sini, dengan berbagai
macam karakter, dan dari latar belakang yang berbeda-beda. “Seru sih serasa
teringat waktu dulu saya dipondok hehe, batinku”. Mengajar pada prinsipnya
membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sungguh sangat menyenangkan,
ketika sedang mengajar di kelas karena ada interaksi komunikasi antara guru dan
siswa. Menghadapi tingkah laku mereka yang beragam, saya mempunyai pengalaman
yang tidak mungkin akan saya lupakan sampai nanti dan pasti akan saya ingat
terus. Kebetulan saya seorang guru BK dimana kebanyakan ketika santri saya
sedang ijin jurus pamungkas mereka agar saya ijinkan adalah mengeluarkan
alasan-alasan yang unik dan ma’qul. Sampai kadang saya lupa menahan ketawa
didepan mereka, karena melihat tingkah mereka yang polos dan lucu. “Ustadzah, saya ijin tidak pakai kaos kaki
putih us karena basah”. Dan besoknya terulang kembali, Begitulah mereka dan
saya memahami. Pendidik tidak hanya sebatas guru yang menerangkan pelajaran di
sekolah, tapi pendidik merupakan orang tua yang mampu mengarahkan anak anak
didiknya untuk memilih jalan kebaikan di masa depannya kelak.
Berbicara tentang mengajar di masa
pandemi covid 19 ini, pembelajaran berlangsung menggunakan via daring (dalam jaringan). Guru dan siswa bertemu secara maya, dan
proses mengajar dan atau mengerjakan tugas mengandalkan jaringan internet.
Jujur, secara pribadi saya mengaku bahwa sangat kesulitan mengajar secara online. Kendala yang saya dan rekan guru
alami adalah pertama aplikasi apa yang sesuai dan cocok untuk digunakan
mengajar. Kedua yaitu terutama berurusan dengan jaringan sampai pesan yang
kurang tersampaikan kepada siswa. Kadang saya merasa berdosa sih sampai mbatin
dalam hati, apa anak anak saya paham dengan apa yang saya sampaikan atau tidak.
Ketika itu saya hanya bisa mendoakan mereka agar ilmu yang saya sampaikan
tersampaikan. Bukan hanya orang tua yang kerepotan di awal-awal pembelajaran
daring, hal yang serupa kami alami. Dan akan menjadi serba salah, khawatir ada sesuatu
yang salah dan dikomplain orang tua. Ini menjadi pengalaman baru bagi kami
seorang guru khusunya bagi saya sendiri.
Sisi positif yang saya ambil dari
bencana wabah ini dalam dunia pendidikan adalah sesuatu yang WOW, dimana kami seorang
guru diwajibkan untuk tetap kreatif dalam penyajian pembelajaran daring yang menyenangkan
dan mudah dimengerti sehingga siswa merasa tidak bosan dan tetap produktif di rumah.
Pembelajaran jarak jauh sebenarnya memberikan tantangan tersendiri bagi kami (para
pendidik). Selain itu PR kami sebagai seorang guru bagaimana mampu menyatukan persepsi
dan konsentrasi anak-anak didik yang serba berjauhan ini. ini unek-unek saya ketika
masa-masanya daring hehe...
Harapan baik selalu ada untuk awal tahun ajaran baru ini semoga segera membaik dan kami sebagai guru bisa lebih kreatif dalam proses mengajar. Alhamdulillah... sudah hampir 100% santri kami sudah memasuki asrama dan akan melanjutkan perjuangannya kembali dalam tholabil ‘ilmi. Walaupun sudah kembali proses belajar mengajar tetap mematuhi protokol kesehatan agar semua bisa berjalan dengan baik dan lancar. Dan ada sebagian santri yang belum kembali karena ada berbagai kendala terkait pandemi ini, doa kami satu yaitu bisa bersama kembali menuntut ilmu untuk meraih jalan kebaikan.
Comments