(26 Juli 2018) Tidak terulang banyak kata di pagi ini, namun semua yang ada sudah menanda, bahwa aku memang butuh berekspresi lewat sebuah kata. Tidak ada kata untuk menTuhankan kata kata, tapi apalah daya semua butuh kata untuk memperjelas sebuah rasa. Tidak banyak bahwa kau pikir aku tak tahu apa yang kamu tahu, jangan salah, aku tahu apa yang kamu tahu tapi tentunya kamu tidak mengetahui kalau akupun tahu. Beginilah ketika sulit mengungkap sebuah rasa, tidak lain adalah memerangi sebuah kata agar tercipta rasa yang tergambar dari cerita yang berorientasi kisah kasih yang tertutup rapat, sehingga lupa bahwa susunan cerita ini perlu diungkap. Aku sendiri tidak mengerti mengapa menulis bukan apa yang tersandar pada diri, namun sesamaku merasa bahwa tak lain kita semua pernah ada pada kondisi ini.
Prosesku lebih besar dari hasil yang kulakukan, prosesku lebih menegangkan dan menyeramkan dari hasil yang kuinginkan, prosesku lebih rumit serumit benang yang sulit ditemukan ujungnya, dan dari apa yang ku bayangkan. Ku pikir menyerah bukanlah solusi yang menjanji, karna semua butuh motivasi dan aksi, itulah hidup ini. Terima kasih untuk pagi ini, kau datangkan sebuah rasa yang ku anggap ini hanya sebuah kebetulan, padahal semua ini memang jelas dan benar adanya. Tapi sepagi ini aku ingin jujur, bahwa aku tak mampu untuk ini, perasaan yang Tuhan datangkan sungguh indah, tapi aku sadar seringkali aku menodai anugerahnya yang berupa perasaan apapun ini dengan egoku yang meninggi. Beberapa pertanyaan sulit terjawab karna perasaan. Seberapa kuat kau, aku, mereka dan kita menghadapi ujian perasaan ini ?!
°°
(28 Juli 2018) Lewat sebuah kata dengan rasa yang ada, aku ingin mengungkap sebuah kiprah cerita yang bertanda kisah kasih bersenandung pahit dan manis dalam hidup, dengan sudah menjadi susunan rapi namun masih saja berbelok kanan kiri. Sebut saja “buku tirai berantai”, sebuah buku yang mengungkap rasa yang berekspresi lewat kata dan pena. Beradu kata hingga lupa makna, hanya kata-kata tak karya. Jadi, apa? Seakan semua sia-sia (April, 2018) ini alasanya mengapa semua membuku tanpa seorangpun tahu. Sudah seberapa banyak rasa yang terungkap lewat kata akhirnyapun ternodai dengan nyata atas nama buku ???
Jadinya pun begini, “Ribuan dari mereka menyekutukan teori dengan ambisi, tanpa mereka melakukannya sendiri”.
Come on, teori hanyalah sebuah teori yang terkadang melahirkan sebuah representasi yang tidak ada hubungan dengan aktualisasi, apalah guna kata tanpa spasi, pasti tak dapat dibaca atau tak memunculkan makna. Sama halnya tentang rasa selalu akan terasa ketika ada jarak diantara kita, kata yang sudah di ketik kemudian harus terhapus hanya karena ragu, Inginku menulis rindu namun jariku seolah menolak menulis kata itu, mungkin rasa itu hanya akan tetap berada pada tempatnya dan ketika berurusan dengan kata atau rasa pasti ada pelajaran untukku bahwa segala sesuatu tidak selamanya ada balasan( just read my word).
Aku hanya ingin bercerita tentang dunia nyata di dalam susunan aksara, akan tetapi rasaku tak mampu kujelaskan melalui kata, ataukah ini hanya sebuah ambisi semata tentang rasa, entahlah. Aku juga tak mengerti perihal rasa namun ketika sebuah jarak hadir, aku merasa tapi untuk siapa. Karena rasa tak mampu di lihat oleh mata, yang kuyakini rasa tersimpan di setiap bait doa lalu untuk siapa. Tuhan jika engkau izinkan bolehkah aku menyapa dia yang pantas mendapatkan rasa tanpa ada ambisi yang bersemayam di dada. Aku masih bertahan pada rasa yang ku tak tahu untuk siapa, teori-teori yang ada seperti ilusi muncul seketika rasa sepi ada. Sadar rasaku bukan pada siapa dan untuk apa, melainkan aku ingin mengungkap diamku dengan pendaman rasa yang berbayang buta. “Secuil kata segenggam makna” seolah seperti slogan rumit yang menjadi perumpamaan rasa yang sulit terungkap, Namun berambisi untuk diungkap. Aku bukan emas, bukan pula mutiara yang dikagumi dari sekian banyak dari mereka, tapi aku adalah keberadaanku dalam hidupku di duniaku. Aku mungkin memang orang yang terlupa, seketika aku bercanda dengan rasa. Tapi setidaknya dulu aku pernah ada untuk memaknai rasa.
Di tempat ini, aku mulai menyadari bahwa diri penuh arti, mengerti apa itu menghormati dan menghargai, dan tak banyak caci maupun maki. Namun, motivasi yang menyemangati (catatku, 22 April 2018)
°°
Aku tak tahu menahu soal tulis menulis, aku mendekati dengan waktu sebentar tak lama. Kutemukan diriku saat aku sedang duduk, menulis ejaan buta tak bersambung. Keadaan diri untuk mengungkap benak yang tertutup selimut hingga tak terucap. Hanya saja, dengan menulis apa yang dirasa menjadi lega. Terima kasih sudah membebaskan diri dari pikiran yang memperangi diri. Ku sadar menulis adalah hidupku tidak dengan ucapan nyata yang seharusnya terucap. Aku menjadi berharga, kembali menemukan diri yang terpenjara namun disisi lain aku sadar bahwa komunikasi memang penting, lebih penting dari aksara hidupku maupun catatan harianku. Tapi apalah daya semua dari kita memang berbeda, entahlah. Aku tidak sama denganmu, aku berbeda denganmu, bahkan... sekalipun kau berpendapat, bukan ku tak meng-iyakan maupun men-tidakkan, justru aku tau apa makna menghargaimu dan bagaimana cara menghormatimu.
Sampaikan keluhku yang kini hadir dengan pesona gemuruh menghantam keadaan yang tak sanggup ku ungkapkan. Rasa takut mengombang-ambingkan perasaan, suara alunan keras yang begitu licik membisingkan kedua telinga. Hati begitu gemetar mendengarnya. CUKUP!!!
Aku orangnya pemikir.
Terlalu banyak berpikir hingga lupa melangkah.
Aku?
Aneh ?
Ya, mungkin ?!
Mungkin kamu hanya belum tahu dan terbiasa dengan siapa aku.
(dalam benakku)
Banyak dari mereka mungkin berpikir bahwa aku hanya diam saja. Bahkan sebagian dari mereka akan bilang kalau aku apatis. Terkubur jurang kesepian dan terusir dalam kesendirian, tapi maaf ini bukan soal apatis tapi ini soal idealis dengan arti punya mimpi dan cita-cita yang tinggi dan besar. Berusaha hidup dengan cita-cita yang tinggi setinggi bintang di langit bukan soal gampang, melainkan butuh waktu untuk memperjuangkannya. Hey! Aku bukan hanya diam dan tak berpikir, namun aku diam untuk berpikir. Mungkin saatnya aku berkata, jangan jadi “PINTAR PINTAR BODOH”, Tapi coba gunakan hati, perasaan dan akal sehatmu untuk melakukan sesuatu yang kamu anggap berguna dan tanpa harus mengganggu yang lain. Hal semacam ini yang tak aku suka dari sebagian mereka. Mereka berpikir aku diam dan tak mengerti apapun, justru sekarang aku lagi berpikir apa yang akan aku lakukan setelah ini. Mungkin penghindaran seperti ini, mereka pernah melakukan namun seringkali sebagian dari mereka membisu untuk berpikir ulang.
°°
(29 Juli 2018) sepagi ini, masih dengan orang yang sama namun tentunya dengan rasa yang berbeda (AKU). Tetiba aku melupa bagaimana merangkai kata dengan kata-kata yang ada, dari itu seperti biasa aku harus berpikir ulang apa yang akan aku tulis hari ini. Aku ini orang biasa yang ingin tampil apa adanya tanpa harus mengganti aku jadi mereka. Bukan ku tak ingin mengerti tapi cobalah mengertiku jua, hanya karna aku berbeda denganmu. Bukan ku tak tahu apa maksud dan tujuanmu, hanya saja aku ingin berdiri dengan keadaan dimana aku nyaman dengan diriku tanpa merubah diriku menjadi dirimu. Dan sepertinya ketika kita berbicara tentang ku dan mu ada sebuah perbedaan diantaranya, Mungkin aturan pada diriku berbeda dengan aturan pada dirimu, ya... jadi tolong hargai setiap hal pada diriku bisa diartikan bahwa emansipasi kita berbeda. (ini tentang bedanya aku dan kamu)
°°
(Malam) kuingatkan padamu, hidup itu yang realis saja, tapi kamu harus tahu realita itu kejam rencanamu saja bisa gagal apalagi cuma ekspektasi belaka. Ini sama halnya rasa kita yang dulu pernah ada kapanpun rasa itu ingin pergi ya pastinya dia akan pergi, tidak menunggu waktu kapan kau mengusirnya. Yah... beginilah cara memotivasi orang lain dan paling bisa, sedang memotivasi diri sendiri kehabisan kata, entahlah. Berbincang asa tanpa suara, ya,,, pada dasarnya kita memang senang berekspektasi tanpa tahu apa yang terjadi. Apakah Cuma angan dan tak ingin?
Lewat kata semua rasa terangkum jelas tanpa harus mengelak pada rasa kejujuranmu atau hanya ingin pendaman bisu menggebu namun berambisi untuk terus memberitahu???
Berbicara tentang rasa yang membisu namun berambisi untuk terus memberitahu, sejujurnya ini adalah bagian dari aktualisasi diri. Dimana rasa yang membisu ingin berusaha untuk terus mengambil tempat dimana dia layak untuk diakui lewat bahasa kata. Tapi aku tak tahu bagaimana mengungkap sebuah rasa yang sulit untuk diungkap lewat bahasa kata. Seperti realita yang ada pantas tidaknya sebuah rasa untuk diungkap agar tak membelenggu di dada, jadi apa arti sebuah kata jika tak terbaca? Mungkin dari kata tak terbaca kita paham bahwa, pasif itu tidak ada, hanya saja rasa malu itu memanjakannya. Padahal setiap Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan dalam arti dia harus berani untuk melangkah kedepan tidak hanya diam tak bernada. Mungkin itu cara dari setiap cara untuk mengungkap rasa yang membisu namun berambisi untuk terus memberitahu dan inginkan ungkapan nyata.
°°
(30 Juli 2018) Sekarang saatnya berpikir rasional serta tidak memanjakan pikiran irasional yang sehingga mengganggu seluruh jiwa pada setiap kita. Perhatikan baik-baik mengenai dirimu sendiri, jangan sampai orang bilang kau ini tangguh nyatanya kau rapuh dan jangan jadikan bebanmu dan terpaan pada dirimu sebagai keluhmu. Kamu hebat, Altought kamu orang biasa dan sebagian dari mereka mungkin tak mengenal bahkan caci makinya mengombang-ambingkan setiap perasaanmu, tetaplah berkarya untukmu, untuknya dan biarpun hampa tetaplah extra. (ini saranku untukmu)
Selalu suka dengan tanda koma (,)
Tanpa harus bertitik (.)
Selalu suka dengan caranya mengaca
Tanpa mengkritik
(catatku, April 2018)
Mungkin saat ini kau lupa bahwa kau sedang beradu kata sampai kau lupa apa makna kata yang kau ucap bahkan kau adukan lewat bahasa kata. Mereka (orang lain) sendiripun tak mengerti apa sebenarnya yang mereka adukan ini. Pantas tidakkah bahasa katamu kau adukan meskipun tak berargumen ??? jadi, untuk apa ??? seakan semua sia-sia tanpa karya. Anggap saja semua mustahil adanya. Ini sama halnya kita banyak berkomentar maupun mengkritik dengan nyali yang luar biasa hebatnya, tapi nyatanya kaupun yang berkomentar tak punya nyali untuk berkarya. dan sementara dengan semena-menanya kau APATIS-kan seseorang yang sebenarnya dia (perumpamaan orang) sedang berpikir ulang untuk dirinya. Bukan karna dia tak mampu berbahasa kata yang kau anggap dia sedang tidak mengerti apa-apa. Aku-pun bisa bilang sekarang bahwa ini sebuah ironi luar biasa yang diciptakan Tuhan, sebagai ayat Tuhan (Manusia) hanya bisa mengikuti alurnya tanpa tau apa yang terjadi setelahnya. Bukan mengklaim diriku, dirimu, dan dirinya dengan usaha sia-sia sebagai manusia, TIDAK! Tapi kita sebagai ayat Tuhan (Manusia) perlu sadar bahwa ini adalah bentuk dari ujianNya. Instrospeksi adalah solusi menjanji sepertinya, agar kita mengingat sesama sebelum melakukan apa yang menjadi hak kita.
°°°
BAHASAN LUGU TENTANG SEBUAH PENGUNGKAPAN RASA (21 Agustus 2018) siang, kembali menemukan namun tidak untuk didekap dan dikenang tapi untuk dilepaskan. Bukan tak kuat untuk menjaga tetapi ternyata bukan soal kepemilikan, ini soal rasa yang tak sanggup terjaga. dulu aku pernah menanyakan kepergianmu dan sekarang aku takkan menanyakan kembalimu, untuk siapa?
Ya... Mungkin takdirmu bukan rasaku. Sekilas tentang rasa yang bermuara ke arah yang tak pernah kuduga "cemas", terima kasih atas wujud yang pernah ku temukan sampai akhirnya pun aku lupa bagaimana melupakan bahkan cemasku menjadi-jadi karnamu. Kamu memang lebih sering menyebalkan. Tapi aku mengagumimu atas segalamu, sungguh! Aku suka caramu memandang sekelilingmu, aku suka caramu menyelesaikan masalah, aku suka caramu menyikapi sikap kekanak-kanakanku, aku suka caramu berkata walaupun aku sendiripun tak mengerti apa maknanya (HAHAHA) Semuanya, aku suka. Terima kasih atas perbincangan sementara, satu dua patah kata yang tersusun rapi menjadi sebuah kalimat yang kau anggap semua bahasan menjadi aneh yang akhirnya-pun kita berdua tertawa namun tak bermakna, karna nada bicara yang aneh! (pakai emoticon jangkrik)
°°
(25 September 2018)sepertinya sudah lama aku tak menampar diri dalam pengakuan. Merindu akan hangatnya kebersamaan dalam tamparan keberagaman. Hari itu semacam ada rasa yang tak jelas terungkap, ambisi menguat, cacian pun meluap, seperti rasanya lauk yang terlahap dengan pelan pelan hingga akhirnya tertelan sampai titik penghabisan. Banyak orang di luar sana yang sibuk berkarya dan menginspirasi, sedang aku di sini sibuk memandu kesedihanku sendiri. Oh... Aneh!
°°
(27 September 2018) semacam tersumbat oleh kebuntu-an namun tetap tenang dalam keegoisan (emoticon ngiler). Apa jadinya jika terus terulang tanpa tau apa yang harus dilakukan. Hanya sebuah cerita kehidupan yang terumbar dalam rangkaian kata tanya yang tak begitu jelas, bahkan dimengerti. Rindu perdamaian diri yang kini hilang tak kunjung temu.
°°
(28 September 2018) Hari ini sungguh membahagiakan, kutemukan kata sempurna dengan kehidupan nyata. Sekarang aku mengerti apa arti sempurna sesungguhnya, bukan aku sempurna karna punya segalanya, atau bahkan ku sempurna karna kamu menjadikan kata aku dan kamu menjadi kita, BUKAN!
Lagi lagi termenung dengan ketidakpastian dalam kepedihan. Hidup ini seperti aksara yang tidak bermakna. Mengombang-ambingkan seluruh tenaga demi membunuh rasa perih dan pedih yang bertamu dalam dada. Sejujurnya tidak paham aku dengan tulisanku, namun ini rasa yang ada dan perlu diutarakan. Sumpah...aneh!
°°°
(1 oktober 2018) boleh saya bertanya, siapakah orang yang pertama kali merasakan jatuh cinta? Apakah arti kata tinggal dan meninggalkan? Dan apa sebenarnya arti kata cinta?
(Jawabnya dalam hati saja)
.
.
Jika kamu bertanya kenapa aku percaya dengan cinta "sebab ada kesetiaan yg membuat aku bersedih..!!!" kata temenku sih begitu. Secara tidak langsung aku berpikir ulang apa yang terjadi dan terjadi padaku atas nama kita. Atas nama kita membuat segalanya menangis dan meneteskan air yang tidak tahu asal muasalnya (Kayak sistem yang gak jelas ajasih!). Bahkan sampai saat ini rasa yang membungkam pergerakan menuju kata meninggalkan itu sangat sulit untuk dijabarkan dan dilakukan. (Tinggal) untuk menyempurnakan arti dari cinta dan setia. (Meninggal)kan itu kalau memang tak bisa cinta dan setia. SELESAI!
°°°
Beberapa pendapat mendemo tangan saya, yang kuat menulisnya hanya sekadarnya tidak lebih, yaitu tentang makna cinta yang membumbui rasa kehidupan menjadi aroma basi ketika kata meninggalkan terucap oleh sebagian dari mereka (orang lain) yang mengucap dan mengungkap.
Accourding to me... Lebih baik "ditinggalkan" ketimbang "meninggalkan". Karena hanya mereka yang "ditinggalkan" yang punya energi berlipat-lipat untuk membuktikan bahwa dirinya terlalu berharga untuk dicampakkan dan dapat berkembang jauh lebih baik saat ditinggalkan, (kata mas Greschinov begitu). Kalimat pembelaan yang terucap hanya untuk membanggakan dan mendamaikan diri dari segala pengkhianatan yang telah terjadi.
BAHASAN CINTA, TINGGAL DAN MENINGGALKAN UDAHIN DULU!
°°°
°°°
°°°
Semua manusia itu hebat. Hebat dengan kehebatannya masing-masing. Tanpa harus kau membandingkan dan meragukan kehebatanmu dengan yang lain. Karena setiap kelebihan maupun kehebatan seseorang ada sisi lain yang menutup segala kekurangan maupun kelemahan pada diri, itulah kenapa adanya sebuah kata "persaingan". Bukan berarti adanya persaingan, mendorong seseorang untuk menjadi terdepan. Tapi untuk menutupi segala kekurangan yang menjadikan seseorang lemah yang akhirnyapun terbangun kata "KUAT". Yaaa... Kuat untuk segala keadaan apapun. Sekarang harus mempola cara perpikir kita untuk tidak merasa paling hebat dan benar diatas semua ayat Tuhan (Manusia). Tapi, benarlah untuk merasa bermanfaat bagi sesama. Yah... Altought aku masih sulit untuk menerapkan.
°°
(18 November 2018) Kembali ke tempat dimana kamu berada (kertas dan pena) aku menjadi berharga, kembali menemukan diri yang tertutup aksara hidup yang tak ada maknanya. Sungguh aku tak tau jika kamu (kertas dan pena) tak ada di duniaku. Entahlah... mungkin amat teramat sunyi jika hanya duduk merenung memandang yang tak seharusnya dipandang. Duniaku mengajarkanku berbagi kasih kepada setiapnya... termasuk kertas dan pena-ku yang selalu menemani, dalam setiap perjalanan panjang ini.
Bukan saatnya mengeluh tentang diri,
Tetapi berbagi.
Perihal dunia hanya titipan Sang Ilahi
Yang hanya perlu untuk disyukuri.
(Catatku 1 Mei 2018)
Comments